Namaku Gracell Lobbel. Menjadi anak
tunggal memang bukan keinginanku. Apalagi dengan kondisi keluarga broken home. Aku tak pernah berharap
untuk terlahir seperti ini. kedua orangtuaku telah bercerai sejak aku berusia 5
tahun. mereka bercerai karna ayah tak pernah setuju jika ibu menjadi wanita
karier. Sedangkan ibu yang bercita-cita menjadi wanita karier, tak pernah mau
berhenti untuk bekerja dan bekerja. Mereka memang terlalu egois untuk memfikirkan kehidupan
mereka masing-masing. Tanpa memfikirkan keadaanku. Tahun pertama benar- benar
sulit untuk kujalani. Hidup bersama ibu, tetapi tanpa ayah. Sempat terfikir
olehku untuk kabur dari rumah, ataupun menjauhi kehidupanku sekarang. Tapi tak
pernah bisa.
Semenjak aku hidup dengan ibu. Aku
selalu merasakan kesepian. Disekolah baru pun aku menjadi pendiam dan murung.
Ketika, istirahat aku lebih suka menghabiskan waktuku untuk menuliskan apa yang
kurasa. Bahkan tak ada seorang pun yang mau berteman denganku. Mereka
memandangku sebagai anak aneh. Tak jarang mereka mengejekku. Tapi aku hanya
diam saja. Tak pernah kurespon, walau itu menusuk hatiku. Dirumah pun aku
kesepian. Hanya teddy bear pemberian nenek yang kupunya, dan bibi rose yang
pengasuhku. Ibuku yang bekerja sebagai wanita karier jarang memiliki waktu
berssamaku. Mungkin hanya 1 kali dalam seminggu aku dapat makan malam bersama
ibu. Itu pun harus menata ulang semua schedule yang telah terdaftar.
Aku duduk didepan jendela kamarku
dilantai dua. Duduk diatas kursi tua dengan wajah penuh harapan, menatap jauh
ke langit mendung malam itu. Rintik hujan menetes dikaca jendelaku. Suasana
mendung yang dingin membuatku semakin memeluk erat teddy bear yang kudekap.
Menunggu ibu pulang. Setiap malam hanya itu yang kulakukan. Berharap munculnya
mobil berwarna abu-abu dari ujung jalan. Ibu sudah berjanji untuk menemaniku
makan malam. Sudah dari satu jam yang lalu bibi rose mempersiapkan makan malam.
Meja makan tertata rapi. Ada banyak lauk dan buah diatas meja. Dengan taplak
motif bunga kesukaan ibu. Satu jam berlalu, hamper satu setengah jam aku
menunggu. Bibi rose menghampiriku. Mengajakku untuk makan malam terlebih dulu.
Namun aku menolak. aku ingin makan malam bersama ibu.
Lama aku menanti ibu. Hujan diluar
sana semakin deras mengguyur kota yang kutempati. Kilatan petir terlihat dengan
jelas dari kaca jendelaku. Mataku berat untuk tetap terbuka. Kulihat bibi rose
yang tadi masih merajut baju dikursi, sekarang sudah terlelap. Kelapaku terasa
berat untuk tetap tegak. Perlahan penglihatanku mulai semu, dan aku terlelap
dalam imajinasi mimpiku.
Seperti biasa. Bibi rose yang
membangunkanku. Membuka gorden kamarku. Membuat kilauan sinar matahari pagi
menembus jendela kamarku. Aku membuka mata. Sesekali merenggangkan otot-ototku,
dan menguap lebar. Masih duduk diatas ranjang dengan mata beluh terbuka
seutuhnya. Memandang sekelilingku. Terlihat dari pintu kamarku yang terbuka,
ibu mondar-mandir .Tidak seperti biasanya ibu bangun sepagi ini. Sepertinya
tergesa-gesa. Aku menggapai teddy bearku dan berjalan sempoyongan keluar kamar.
Berhenti sejenak didepan pintu sambil melihat ibu yang sedang berbicaara dengan
orang diseberang telpon. Aku mendekatinya dengan langkah berat.
“tadi malam aku menunggu ibu untuk
makan malam. “ kataku dengan mata sembab dan wajah yang masih mengantuk. “ maaf
grace, tadi malam ibu ada meeting mendadak. Lain kali saja ya.. “ jawaban yang
mudah ditebak. Aku sudah tau bahwa ibu akan menjawab hal itu. Alasan yang sama
setiap kali ibu membatalkan makan malam bersamaku. “ oh .. baiklah. Ibu mau
kemana ? rapi sekali. Tunggu , biar ku tebak. Meeting ? dinas ? keluar kota ?
ya pasti salah satu dari itu semua.” Jawabku ketus “Grace .. tolong dong,
ngertiin ibu. Ibu kerja juga buat memenuhi kebutuhan kita kan ? ibu akan keluar
kota hanya untuk beberapa hari sayang “ penjelasan itu sudah pernah kudengar.
“ kanapa grace harus selalu ngertiin ibu ? kapan ibu ngertiin
aku! “ aku berbicara dengan nada yang sedikit tinggi. Terlihat ibu yang
berjalan keluar rumah tiba-tiba berhenti dan berbalik arah mendekatiku. “ Ibu
berjanji. Setelat ibu kembali. Satu minggu penuh untukmu. Namun berjanjilah kau
akan bersikap baik dan menurut perkataan bibi rose. “ jawaban ibu seperti awan
cerah yang datang menggantikan mendung dihatiku. “ benarkan ? ibu berjanji ?” Nampak
lengkungan senyum indah dipipiku. Terdengar klakson mobil kantor ibu berbunyi.
Ia berlari-lari kecil sambil berkata “ ibu berjanji “ . kulihat ibu melambaikan
tangan dari dalam mobil yang berjalan keluar dari pekarangan rumahku.
Siang
ini cukup membakar kulitku. Aku berjalan menyusuri trotoar siang ini. karna ibu
keluar kota, tak ada yang menjemputku. Dari kejauhan terlihat ramai di sebelah
rumahku. Rumah milik kakek Kostas yang sudah lama tidak ditempati. Aku cuek
saja berjalan melewati kerumunan orang-orang yang sedang mengeluarkan
barang-barang dari dalam truk. Karna aku tak ingin tau urusan mereka. Tiba-tiba
ada seorang gadis yang sepertinya sebaya dengaku. Dan dia mendekatiku.
“ hei .. apa kau Gracell lobell ?”
sapa gadis itu dengan ramah. Rambutnya yang pirang tertiup angin membuatnya
nambak terlihat cantik. Aku hanya menggangguk dengan pandangan bingung.
Langsung saja dia menyambar tanganku “ namaku Kyle Belcher. Aku cucu kakek
Kostas. Bibi rose bercerita banyak tentangmu. Salam kenal” senyum itu masih
melekat di pipi merah kyle . gadis yang baru kukenal beberapa menit yang lalu.
Sepertinya dia baik. Aku menyukai sikapnya.
Kyle menarikku untuk duduk didepan
terasnya. Dia bercerita banyak tentang kehidupannya di meksiko. Mulai
teman-teman sekolahnya. Keluarganya, semuanya. Aku masih merasa canggung
bercerita padanya. Walaupun dia memanggilku ‘ Bell’ bukan ‘Grace’. Tapi itu
takkan menjadi masalah. Setelah beberapa tahun lamanya. Ini kali pertama aku
memilki teman. Kyle Belcher, sekarang dia temanku.
Baru dua hari aku mengenal kyle.
Namun rasanya sudah lama sekali. Kepergian ibu keluar kota tak terasa rasanya
karna ada kyle. Dia membuatku tersenyum dan bahagia. Kyle juga mendaftar
disekolah yang sama dngnku. Kehidupanku yang suram perlahan berubah. Kini aku
bukan grace yang pemurung lagi. Bahkan sekarang aku lebih suka dipanggil bell.
Sore itu kyle memintaku untuk
menghantarkannya ke pemakaman kakek Kostas. Sebelum kepemakaman kami mampir
ketoko bunga untuk membeli seikat bunga untuk kakek Kostas. Setelah itu kami
berjalan menuju pemakaman. Setelah kami selesai mengirimkan doa untuk kakek
Kostas, aku mengajak kyle ke bukit belakang sekolah. Disana tempat aku merenung
ketika aku sedih. Ternyata kyle juga menykai tempat itu. Tempat persembunyianku
yang tidak semua tau tantang bukit belakang sekolah. Bahkan banyak yang
berfikir bahwa bukit belakang sekolah adalah tempat yang berhantu. Tapi itu
hanya fikiran mereka. Disini udaranya bersih, ada 2 ayunan dibawah pohon , dan juga banyak kelinci disana. Aku dan
kyle berlomba memegang kelinci-kelinci liar disana. Melelahkan, tapi
menyenangkan.
Hari
mulai sore. Kami memutuskan untuk kembali kerumah. Diujung jalan, aku melihat
bibi rose yang terlihat kebingungan. Saat melihatku, lantas dia berlari
sebisanya. Dengan baju seadanya, dan handphone ditangannya. Pipinya basah,
matanya sembab, sepertinya dia menangis.
“ bibi kenapa ?” tanyaku.
“ bell.. ibumu kecelakaan ..”
seketika terasa jantungku berhenti. “ tadi malam, ibumu perjalanan pulang… tapi
di perjalanan hujan lebat. Mobilnya merosot kejurang. Mobilnya saja baru
ditemukan tadi pagi oleh warga sekitar. Kita harus pergi kerumah sakit
sekarang. “sambung bibi rose .
Sampai dirumah, aku langsung
mengemasi barang-baraang ibu. Untung ada orang tua kyle. Mereka meminjamkan
mobilnya untuku dan bibi rose. Sebelum aku pergi. Kyle memberkan sebuah
recorder kepadaku. “ bell, kalau kau sedih. Utarakan semua isi hatimu pada
recorder ini. anggap saja dia aku. Okey . “ aku mengganguk lalu memeluknya. Aku
berjalan memasuki mobil, bibi rose yang menyupir, sedangkan aku duduk dibangku
belakang dengan teddy bear, dan recorder pemberian sahabatku. Otakku kembali
memikirkan kondisi ibuku sekarang. Aku tidak ingin kembali menjadi grace yang
pemurung dan cengeng, aku ingin tetap menjadi bell yang periang. aku memandang
foto ibu ditanganku. Air mata itu menetes menuruni kantong mataku dan
mengaliri’I pipiku dengan derasanya. Aku mencoba untuk menghentikannya. Tapi
tak ada hasil, dia masih saja mengalir. Aku memilih untuk tidur untuk menenangkan
fikiranku.
Bibi rose membangunkanku. Kami
sudah tiba di New York. 3 jam perjalanan dari kota kecil dipinggir kota New
York sampailah kami di kota New York. Aku menurunkan barang-barang dari dalam
bagasi. Sedangkan bibi rose merenggangkan otot-ototonya yang pegal karna
menyetir dari tadi.
Ibu terbaring lemas diatas ranjang.
Terlihat banyak alat bantu pernafasan yang dipasang. Pasti sakit rasanya. Aku
hanya dapat menangis dipelukan ibu. Bibi rose mencoba menenangkanku. Aku tak
tahan melihat penderitaan ibu. Aku berlari kekamar mandi. Aku ikuti usul kyle.
Aku marah, aku sedih, semua kuucapkan pada recorder itu. Air mataku terus
mengalir hingga bajuku agak basah. Lalu aku memutuskan untuk mandi .
Tiga hari berlalu. Ibu belum
sadarkan diri. Sore ini kyle dan keluarganya datang menjenguk ibu. Kedua orng
tuanya berbicara panjang lebar dengan bibi rose. Sedangkan kyle mengajakku
untuk ketaman rumah sakit . kami duduk berdua dibangku taman. Otakku kembali
memikirkan kondisi ibuku, air mata itu datang lagi.
“ hei .. kenapa menangis bell ? aku
tak suka melihat air itu menetes di pipimu. Ayo lah .. “ kata kyle sambil
mengusab air mataku dengan ibu jarinya. “ aku takut kyle. Aku sudah cukup
menderita dengan kesibukan ibu yang jarang bersamaku. Dan sekang aku tkut, ibu
takkan bersamaku lagi “ air mata itu semakin deras menetes. Kyle mencoba
menenangkanku. Dia memelukku. “ tak usah takut. Kalau benar itu yang terbaik
untuk ibumu. Apa kau tega membiarkan ibumu tersika dengan alat-alat itu ? “ aku
hanya menggeleng
“ biarkan tuhan yang menentuka bell
.. kau masih punya aku, bibi rose, dan ayahmu kan ?” aku mengangguk. “ terima
kasih kyle , terima kasih kau slalu ada untuku “ aku memeluk erat kyle.
Sudah 3 bulan lamanya ibu koma.
Tanpa perkembangan sama sekali. Setiap hari berbagai macam bahan kimia masuk
kedalam tubuhnya. Aku tak tega melihat ibu disiksa seperti itu. Bahkan dokter
sudah pasrah, dia menawariku untuk melepaskan saja alat bantu itu dan
membiarkan ibu pergi. Namun aku belum siap. Belum banyak waktuku bersama mama.
Namun bibi rose menyarankan hal yang sama. Apa boleh buat, aku juga kasihan
melihat mama tersiksa dengan obat-obat kimia dan alat bantu itu. Sebelum aku
mengijinkan dokter melepas alat bantu itu. Aku berbisik di telinga mama “
selamat tinggal mama, bell manyayangimu “
air mataku tak terbendung lagi, menyeruak keluar. Waktu seakan berhenti
melihat ibuku seperti itu. Bukan aku yang membunuh ibu, tapi itu yang terbaik
untuk dia.
Sepekan setelah kematian ibu. Bibi
rose menghubungi ayahku di Los Angeles untuk menjemputku. Baru beberapa bulan
yang lalu aku bertemu kyle, dia yang membawa kebahagiaan dihidupku. Namun
sekarang aku harus berpisah dengnnya. Besok ayah akan menjemputku. Malam ini
malam perpisahanku dengan kyle. Aku dan kyle memutuskan untuk camping di bukit
belakang sekolah malam ini. Kami menyalakan api unggun kecil-kecilan untuk
menghangatkan tubuh kami. Kami berbarng diatas rumput segar menatap indahnya
langit mala mini. Bintang Nampak jelas terlihat dari sini.
“ kyle, aku tak ingin berpisah
denganmu. “ kataku lembut.” Hei! Fikirkan masa depanmu. Sebentar lagi kita
kuliah bell.. kampus di Los Angeles lebih baik dari pada disini. Kita masih
bisa berkomunikasi bell. Telfon, internet. “ dia menatapku tajam-tajam.kami
kembali tenggelam dalam kemilau bintang mala mini.
Ayah
datang menjemputku. Aku berpamitan kepada kyle, keluaragnya, dan bibi rose.
serta berterima kasih atas kebaikan yang telah mereka berikan padaku selama
ini. aku duduk di bangku belakang. Hanya ada ayah aku, dan brang-barangku didalam
mobil. Mungkin karna hamper 14 tahun tak
bertemu. Aku dan ayah sama-sama canggung untuk berbicaara. Kami hanya diam saja
selama perjalanan. Aku lebih suka menghabiskan waktuku untuk tidur.
“
selamat datang dirumah barumu grace .. “ ayah membukakan pintu mobil dan
menunjukan rumah miliknya. Aku hanya tersenyum dan memandangnya sambil berkata
“ panggil aku bell”. Ayah mengulangi perkataannya “ baiklah .. selamat datang
dirumah barumu bell “
aku tersenyum menahan tawa melihat tingkah ayah.
aku tersenyum menahan tawa melihat tingkah ayah.
Aku berjalan
memasuki rumah besar itu. Benar- benar seperti kapal pecah. Wajarlah ayah
seorang lelaki yang hidup sendiri tnapa istri ataupun pembantu. Rumah ini
benar-benar kacau. “ maaf, ayah tidak bakat untuk membersihkan rumah. Mari ayah
tunjukan kamarmu” ayah menggandengku menyusuri anak tangga yang cukup membuatku
lelah. Dibukanya sebuah pintuk di lantai atas. Untuk ruangan satu ini terlihat
rapi. Mungkin ayah sudah berjuang keras untuk membersihkannya. “ bagaimana?
Suka ?” Tanya ayah . “ Ya aku suka. Terima kasih ayah “ aku memeluknya dengan
erat. Aku merindukan pelukan ayah. Dan bau khas parfum ayah.
*2tahun kemudian
Kampus.
Sekarang aku sudah kuliah. Menginjak dewasa. Usiaku sudah hamper 18 tahun. aku
kuliah di universitas terkemuka di L.A. dua tahun hidup bersama ayah cukup
membuatku bahagia. Liburan musim panas ini aku berencana ke New York sekitar 3
hari trakhir untuk mengunjungi bibi rose dan kyle. Tapi ayah memintaku untuk
menunggunya selesai mengerjakan pekerjaannya dikantor. Mungkin 1 minggu lagi.
Liburan
musim panas. Aku berencana pergi ke pantai. Mengendarai mobil spot hadiah ulang
tahun dari ayah. Ya aku sendirian. Rambut panjangku tergerai canti tertiup
hembusan angin. Tiba-tiba aku merasa ada yang tidak beres dengan mobilku. Aku
turun untuk mengecek semua keadaan. Oh my God. Ternyata ban belakang bocor.
Sebernarnya aku membawa dongkrak dan ban serep. Tapi aku tak tau harus
bagaimana caranya. Aku memilih untuk diam
menunggu seseorang melewati jalan itu.
#tunggu kelanjutannya ..